askep CA Serviks


BAB  2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan tinjauan pustaka sesuai topik penelitian yang terdiri dari konsep dasar pengetahuan, meliputi:  (1) Tahu, (2) Memahami, (3) Aplikasi, (4) Analisis, (5) Sintesis, (6) Evaluasi. Konsep dasar depresi meliputi : (1)  Pengertian, (2) Gangguan alam perasaan ( depresi berat ), (3)  Gejala, (4) Kedaruratan depresi, (5) Intervensi keperawatan. Konsep dasar kanker serviks meliputi : (1) Pengertian, (2) Faktor penyebab, (3) Gejala, (4) Pencegahan, (5) Terapi, (6) Komplikasi.

2.1    Konsep Dasar Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu ( Notoatmojo, 1997)
Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif  merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior ).
Menurut Bloom, di dalam Notoatmojo (1997), pengetahuan yang dicakup  dalam domain mempunyai 6 tingkat, yaitu :


6
 
 

2.1.1    Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2.1.2        Memahami ( Comprehension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
2.1.3        Aplikasi ( Aplication )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil ( sebenarnya ).
2.1.4        Analisis ( Analisys )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.5        Sintesis ( Synthesis )
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
2.1.6        Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2    Konsep Dasar Depresi
2.2.1        Pengertian
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong  ( Keliat, 1996 ). Depresi dengan komponen psikologik, misalnya rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis dan komponen somatik, misalnya : anoreksia atau berkurangnya semangat bekerja/ bergaul dan berkurangnya nafsu seksual timbul bersamaan ( Maramis, 1994 )
2.2.2        Gangguan Alam Perasaan ( Depresi berat )
Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi depresi, dari adaptif sampai  maladaptif. Respon emosi dapat merupakan emosi yang maladaptif ( lihat gambar )
____________________________________________________
Respon adaptif  <==================> Respon maladaptif
____________________________________________________
Responsif     reaksi            supresi         reaksi             mania/depresi        
        kehilangan                        kehilangan             
        yang wajar                     yang memanjang
           
Gambar rentang respon emosi
                                   ( Stuart dan Sundeen, 1987 )
      Respon emosi yang responsif adalah keadaan individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya, dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal.
Reaksi kehilangan yang wajar adalah reaksi yang dialami oleh setiap orang jika menghadapi kehilangan, misalnya bersedih, berhenti dari kegiatan sehari-hari, berfokus pada diri sendiri dan tidak berlangsung lama.
Supresi merupakan tahap awal respon maladaptif, individu menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaan terhadap lingkungan. Supresi yang memanjang akan mengganggu fungsi individu secara efektif. Gejala yang terlihat adalah bermusuhan, kesedihan yang berlebihan, tidak mampu mengekspresikan perasaan, rendah diri.
2.2.3        Gejala ( Keliat, 1996 )
Gangguan depresi ditandai perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong dan tidak ada harapan. Berpusat pada kegagalan dan menuduh diri dan sering disertai ide dan pikiran bunuh diri. Klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari.
Beck menggambarkan perasaan dan reaksi klien yang mengalami depresi melalui “Beck Depression Inventory (BDI)”, seperti misalnya :
(1)               Rasa sedih yang mendalam, sehingga klien merasa tidak tahan lagi.
(2)               Rasa tidak ada harapan di masa depan.
(3)               Merasa sebagai pribadi yang gagal.
(4)               Rasa tidak puas/bosan terhadap apa saja.
(5)               Perasaan bersalah.
(6)               Klien merasa seperti dihukum.
(7)               Rasa benci terhadap diri sendiri.
(8)               Menyalahkan diri sendiri.
(9)               Pikiran ingin bunuh diri.
(10)           Klien ingin menangis meskipun tidak dapat melakukannya.
(11)           Klien merasa jengkel terhadap hal-hal yang biasanya membuatnya jengkel.
(12)           Kehilangan seluruh minat terhadap orang lain.
(13)           Tidak dapat mengambil keputusan
(14)           Klien merasa yakin bahwa dirinya kelihatan jelek.
(15)           Klien sama sekali tidak dapat mengerjakan apa-apa.
(16)           Klien sering terbangun pada tengah malam dan tidak dapat tidur kembali.
(17)           Klien merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa saja.
(18)           Tidak mempunyai nafsu makan.
(19)           Klien merasa sangat cemas terhdap kesehatan fisiknya sehingga tidak dapat memikirkan hal-hal lain.
(20)           Kehilangan minat terhadap seks
2.2.4        Kedaruratan Depresi
Cara menentukan kedaruratan sering menyulitkan perawat karena kurang jelasnya kriteria gejala kedaruratan.
Wilson dan Kneist (1988) mengemukakan episode depresi serta kriteria dan gejala disertai penentuan situasi kedaruratan. Keadaan kedaruratan adalah klien yang memiliki gejala “A” yang disebut “Sindrom Depresi Mayor”.
A.          Minimal ditemukan lima dari gejala berikut selama dua minggu disertai perubahan  fungsi sebelumnya; minimal ditemukan satu dari : (1) alam perasaan depresi, dan (2) kehilangan interes atau minat ( tidak termasuk gejala yang berhubungan dengan kondisi fisik, delusi atau halusinasi, inkoheren )
(1)         Alam perasaan depresi ( dapat perasaan iritable pada anak atau remaja ) sepanjang hari, hampir tiap hari yang diindikasi secara subyektif atau observasi orang lain.
(2)         Sangat berkurang interes dan kesenangan dalam semua atau hampir semua hal dari sebagian besar aktifitas sehari-hari, hampir setiap hari ( diindikasi secara subyektif atau observasi orang lain = apatis sepanjang hari ).
(3)         Berat badan turun secara drastis, atau berat badan bertambah, dengan porsi makan yang tetap ( lima persen dari berat  badan per bulan ), dan menurun atau meningkat nafsu makan.
(4)         Insomnia atau hipersomnia ( tidak dapat tidur atau terlalu banyak tidur )
(5)         Psikomotor yang berlebihan (agitasi) atau berkurang, hampir setiap hari (dari observasi orang lain atau perasaan gelisah atau lamban yang berlebihan yang subyektif ).
(6)         Letih atau kehilangan tenaga hampir tiap hari.
(7)         Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (bukan menyesali diri atau rasa bersalah karena sakit).
(8)         Berkurang kemampuan untuk berfikir atau konsentrasi, atau tidak dapat memutuskan, hampir setiap hari ( dari observasi atau subyektif ).
(9)         Berulang memikirkan tentang kematian ( tidak hanya takut mati ), berulang timbul ide bunuh diri tanpa rencana yang spesifik untuk bunuh diri.

B.           (1)  Tidak dapat ditetapkan jika faktor organik memulai atau
                mempertahankan gangguan depresi.
(2)         Gangguan depresi mayor bukan reaksi normal terhadap kehilangan.
C.           Tidak pada waktu gangguan, mengalami delusi atau halusinasi paling lama dua minggu ( sebelum atau sesudah gangguan ).
D.          Tidak disertai skizofrenia atau psikotik lain.

2.2.5        Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien depresi difokuskan pada beberapa hal, yaitu :
(1).  Lingkungan
Dalam merawat klien depresi, prioritas utama ditujukan pada  potensial bunuh diri.
(2).  Hubungan perawat-klien.
Perawat perlu mempunyai keasadaran diri dan kontrol emosi serta pengertian yang luas tentang depresi. Bekerja dengan klien depresi, pendekatan perawat adalah hangat, menerima, diam yang aktif, jujur, empati. Sering intervensi ini sukar dipertahankan karena klien tidak memberi respon. Hubungan saling percaya yang terapeutik perlu dibina dan dipertahankan. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu pada klien untuk menjawab.

(3).  Afektif
Intervensi afektif sangat penting karena klien sukar mengekspresikan perasaannya. Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan syarat utama. Pada klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien  akan lebih baik. Sikap perawat yang menerima klien, hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien. Perawat bukan menggembirakan dan mengatakan tidak perlu khawatir, tetapi menenangkan dan menerima klien. Mendorong klien mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan menyedihkan secara verbal akan mengurangi intensitas masalah yang dihadapi dan merasakan kehidupan yang lebih berarti. Jadi intervensi pertama adalah membantu klien mengekspresikan perasaannya , kemudian dilanjutkan dengan intervensi yang berfokus pada kognitif, perilaku atau sosial.
Klien depresi yang diijinkan mengekspresikan marah, ketidakpuasan, kecemasan, merasakan pengalaman baru, dan kemudian perawat membantu untuk menganalisa dan menyadari perasaannya dan selanjutnya bersama-sama mencari alternatif pemecahan masalah sehat dan konstruktif.

(4).       Kognitif
Intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien pada tujuan dan perilaku, meningkatkan harga diri, dan membantu klien memodifikasi harapan yang negatif. Klien depresi yang memandang dirinya secara negatif perlu dibantu untuk mengkaji perasaannya, dan identifikasi masalah yang berhubungan. Perawat harus menghargai persepsi klien, tetapi jangan keputusan klien yang destruktif.
Pikiran negatif yang ada harus diubah melalui beberapa cara :
·         Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif.
·         Identifikasi aspek positif dari dirinya ( yang dimiliki, kemampuan, keberhasilan, kesempatan ).
·         Dorong klien menilai kembali persepsi, logika, rasional.
·         Bantu klien mengubah dari tidak realitas ke realitas, dari persepsi yang salah atau negatif ke persepsi positif.
·         Sertakan klien aktifitas yang memperlihatkan hasil. Beri penguatan dan pujian akan keberhasilannya.
(5).       Perilaku
Intervensi berfokus pada mengaktifkan klien yang diarahkan pada tujuan yang realistik. Memberi tanggung jawab secara bertahap dalam aktifitas di ruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi, perlu dibuat aktifitas yang terstruktur. Beri kekuatan pada aktifitas yang berhasil.

(6).       Sosial
Masalah utama dalam intervensi ini adalah kurangnya ketrampilan berinteraksi. Untuk itu, diperlukan proses belajar membina hubungan yang terdiri dari :
·         Mengkaji kemampuan, dukungan dan minat klien.
·         Mengobservasi dan mengkaji sumber dukungan yang ada pada klien
·         Membimbing klien melakukan hubungan interpersonal. Dapat dengan role mode, role play dengan mencoba pengalaman hubungan sosial yang lalu.
·         Beri umpan balik dan penguatan hubungan interpersonal yang positif.
·         Dorong klien untuk memulai hubungan sosial yang lebih luas ( keluarga, klien lain )

(7).       Fisiologis
Tujuan intervensi ini adalah meningkatkan status  kesehatan klien. Makanan, tidur, kebersihan diri, penampilan yang terganggu memerlukan perhatian perawat. Dalam hal istirahat, klien depresi takut sehingga memerlukan dukungan.
           
2.3    Konsep Dasar Kanker Serviks
2.3.1        Pengertian
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks/mulut rahim, di mana pada  keadaan ini terdapat sekelompok jaringan yang tumbuh secara terus- menerus dan tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna bagi tubuh, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi dengan baik.  ( Sarwono, 1996 ).
2.3.2        Faktor Penyebab ( Sarjadi, 1995 )
Walaupun dalam arti biologis sebab kanker serviks belum diketahui, tetapi ada keadaan tertentu yang berhubungan erat sekali dengan penyakit ini, sehingga dapat dianggap sebagai faktor-faktor penyebab.
·         Umur pertama kali kawin yang relatif muda  ( dibawah 20 tahun ). Dikatakan bahwa pada usia muda epitel  serviks uteri belum cukup kuat untuk menerima rangsangan spermatosoa. Makin muda umur pertama kali kawin, makin tinggi resiko mendapatkan kanker serviks uteri.
·         Jumlah kelahiran per-vagina yang cukup banyak, dimana melahirkan anak lebih dari tiga kali akan mempertinggi resiko.
·         Higiene atau kebersihan alat genital yang kurang baik, sehingga memudahkan terjadinya servisitis yang dipercaya erat kaitannya dengan terjadinya kanker serviks.
·         Spermatosoa terutama yang mempunyai kandungan protein tinggi akan merubah susunan biokimia sel epitel yang siap tumbuh menjadi kanker.
·         Smegma, yang berdasarkan penelitian ditemukan pada kelompok Yahudi yang mempunyai  kebiasaan melakukan sirkumsisi pada bayi pria yang baru lahir, ternyata insiden kanker serviks uteri ditemukan sangat sedikit pada istri-istri mereka.
·         Hubungan seksual yang terlalu sering, terlebih dengan pasangan yang berbeda-beda akan meninggikan resiko.
Berbagai virus ( virus herpes simpleks tipe-2, human papilloma virus ) disebut-sebut juga menyebabkan terjadinya kanker ini.


2.3.3        Tanda dan gejala
Gejala klinis stadium awal, yaitu tanpa keluhan ditemukan secara kebetulan,  beser putih ( fluor albus ) yang sulit sembuh, kontak berdarah ( perdarahan post koital ) atau perdarahan per vagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid ( manuaba, 1998 )
Pada stadium lanjut, baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat, fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang dapar hebat ( Sarijadi, 1995 )
2.3.4        Pencegahan ( Tucker, 1999 )
·         Mempertahankan riwayat siklus menstruasi secara akurat ( frekuensi, lamanya menstryasi, jumlah dan warna ).
·         Pentingnya mempertahankan kebersihan diri dan ginekologis dengan baik.
·         Perlunya menghindari seringnya douching, khususnya selama remaja dan selama kehamilan.
·         Pentingnya menunda fungsi seksual pada 10 tahun pertama.
·         Perlunya pemeriksaan ginekologis periodik, reguler.
·         Pentingnya pemeriksaan sitologi pap smear pertama pada awal aktifitas seksual atau usia 18 tahun.
ACS ( American Cancer Society ) mengemukakan bahwa wanita yang melakukan pap smear normal selama 2 tahun berturut-turut, kemudian dapat melakukannya 3 tahun sekali.
American College Of  Obstetrics and Gynecology ( ACOG ) merekomendasikan bahwa wanita yang melakukan pap smear setiap tahun dapat berhubungan seksual secara aktif. Pap smear dan pemeriksaan fisik merupakan penilaian paling efektif untuk deteksi dini dan perawatan evaluasi yang sesuai untuk mencegah kanker servikal.
Metode cermin dari pemeriksaan mandiri untuk mengamati : ekskoriasi kulit, ulserasi, benjolan, leukoplakia dan atrofi

2.3.5        Terapi ( Bagian Obstetri dan Ginekologi, Unpad Bandung )
Makin dini diagnosa, makin baik hasil terapi, maka diagnosa dini harus lebih diutamakan .
(1).  Stadium 0 ( nol )
·         Hystrektomi totalis dan pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan satu atau dua ovaria. Tidak dilakukan radioterapi oleh karena :
-          dapat menyebabkan menopause pada wanita muda.
-          Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi.
-          Tidak dapat dilakukan konfirmasi dari diagnosa.
·         Amputasi cervix atau konisiasi
Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak, dengan syarat :
-          Bila lesinya kecil sekali.
-          Bila dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur.
-           Bila klien cukup pengetahuannya untuk mengerti arti penyakitnya.
(2).  Stadium I b ke atas.
·         Irradiasi
·         Operasi
·         Kombinasi ( irradiasi dan pembedahan )
Cytostatica. Makin dini diagnosa, makin baik hasil terapi, maka diagnosa dini harus lebih diutamakan .
(1).  Stadium 0 ( nol )
·         Hystrektomi totalis dan pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan satu atau dua ovaria. Tidak dilakukan radioterapi oleh karena :
-          dapat menyebabkan menopause pada wanita muda.
-          Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi.
-          Tidak dapat dilakukan konfirmasi dari diagnosa.
·         Amputasi cervix atau konisiasi
Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak, dengan syarat :
-          Bila lesinya kecil sekali.
-          Bila dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur.
-           Bila klien cukup pengetahuannya untuk mengerti arti penyakitnya.
(2).  Stadium I b ke atas.
·         Irradiasi
·         Operasi
·         Kombinasi ( irradiasi dan pembedahan )
·         Cytostatica.
2.3.6        Komplikasi ( Bagian Obstetri dan Ginekologi, Unpad Bandung ).
Komplikasi irradiasi :
·         Kerentanan kandung kencing ( bersifat sementara ).
·         Diare ( bersifat sementara ).
·         Perdarahan rektal.
·         Fistula vesico atau recto vaginalis.
Komplikasi operasi :
·         Fistula ureteral dan vesical.



1 komentar:

Anonim mengatakan...

Visions Of The Galaxy S3 (video game) - Video Games | vidl.cc
Visions youtube to mp3 Of The Galaxy S3 is a side-scrolling shooter with side scrolling shooters and side scrolling shooters. It was released by Sega in Japan in 1990.

Posting Komentar