askep CA Serviks


BAB  2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan tinjauan pustaka sesuai topik penelitian yang terdiri dari konsep dasar pengetahuan, meliputi:  (1) Tahu, (2) Memahami, (3) Aplikasi, (4) Analisis, (5) Sintesis, (6) Evaluasi. Konsep dasar depresi meliputi : (1)  Pengertian, (2) Gangguan alam perasaan ( depresi berat ), (3)  Gejala, (4) Kedaruratan depresi, (5) Intervensi keperawatan. Konsep dasar kanker serviks meliputi : (1) Pengertian, (2) Faktor penyebab, (3) Gejala, (4) Pencegahan, (5) Terapi, (6) Komplikasi.

2.1    Konsep Dasar Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu ( Notoatmojo, 1997)
Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif  merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior ).
Menurut Bloom, di dalam Notoatmojo (1997), pengetahuan yang dicakup  dalam domain mempunyai 6 tingkat, yaitu :


6
 
 

2.1.1    Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2.1.2        Memahami ( Comprehension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
2.1.3        Aplikasi ( Aplication )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil ( sebenarnya ).
2.1.4        Analisis ( Analisys )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.5        Sintesis ( Synthesis )
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis itu merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
2.1.6        Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2    Konsep Dasar Depresi
2.2.1        Pengertian
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong  ( Keliat, 1996 ). Depresi dengan komponen psikologik, misalnya rasa sedih, susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, tak ada harapan, putus asa, penyesalan yang patologis dan komponen somatik, misalnya : anoreksia atau berkurangnya semangat bekerja/ bergaul dan berkurangnya nafsu seksual timbul bersamaan ( Maramis, 1994 )
2.2.2        Gangguan Alam Perasaan ( Depresi berat )
Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi depresi, dari adaptif sampai  maladaptif. Respon emosi dapat merupakan emosi yang maladaptif ( lihat gambar )
____________________________________________________
Respon adaptif  <==================> Respon maladaptif
____________________________________________________
Responsif     reaksi            supresi         reaksi             mania/depresi        
        kehilangan                        kehilangan             
        yang wajar                     yang memanjang
           
Gambar rentang respon emosi
                                   ( Stuart dan Sundeen, 1987 )
      Respon emosi yang responsif adalah keadaan individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya, dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal.
Reaksi kehilangan yang wajar adalah reaksi yang dialami oleh setiap orang jika menghadapi kehilangan, misalnya bersedih, berhenti dari kegiatan sehari-hari, berfokus pada diri sendiri dan tidak berlangsung lama.
Supresi merupakan tahap awal respon maladaptif, individu menyangkal perasaannya dan menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaan terhadap lingkungan. Supresi yang memanjang akan mengganggu fungsi individu secara efektif. Gejala yang terlihat adalah bermusuhan, kesedihan yang berlebihan, tidak mampu mengekspresikan perasaan, rendah diri.
2.2.3        Gejala ( Keliat, 1996 )
Gangguan depresi ditandai perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong dan tidak ada harapan. Berpusat pada kegagalan dan menuduh diri dan sering disertai ide dan pikiran bunuh diri. Klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari.
Beck menggambarkan perasaan dan reaksi klien yang mengalami depresi melalui “Beck Depression Inventory (BDI)”, seperti misalnya :
(1)               Rasa sedih yang mendalam, sehingga klien merasa tidak tahan lagi.
(2)               Rasa tidak ada harapan di masa depan.
(3)               Merasa sebagai pribadi yang gagal.
(4)               Rasa tidak puas/bosan terhadap apa saja.
(5)               Perasaan bersalah.
(6)               Klien merasa seperti dihukum.
(7)               Rasa benci terhadap diri sendiri.
(8)               Menyalahkan diri sendiri.
(9)               Pikiran ingin bunuh diri.
(10)           Klien ingin menangis meskipun tidak dapat melakukannya.
(11)           Klien merasa jengkel terhadap hal-hal yang biasanya membuatnya jengkel.
(12)           Kehilangan seluruh minat terhadap orang lain.
(13)           Tidak dapat mengambil keputusan
(14)           Klien merasa yakin bahwa dirinya kelihatan jelek.
(15)           Klien sama sekali tidak dapat mengerjakan apa-apa.
(16)           Klien sering terbangun pada tengah malam dan tidak dapat tidur kembali.
(17)           Klien merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa saja.
(18)           Tidak mempunyai nafsu makan.
(19)           Klien merasa sangat cemas terhdap kesehatan fisiknya sehingga tidak dapat memikirkan hal-hal lain.
(20)           Kehilangan minat terhadap seks
2.2.4        Kedaruratan Depresi
Cara menentukan kedaruratan sering menyulitkan perawat karena kurang jelasnya kriteria gejala kedaruratan.
Wilson dan Kneist (1988) mengemukakan episode depresi serta kriteria dan gejala disertai penentuan situasi kedaruratan. Keadaan kedaruratan adalah klien yang memiliki gejala “A” yang disebut “Sindrom Depresi Mayor”.
A.          Minimal ditemukan lima dari gejala berikut selama dua minggu disertai perubahan  fungsi sebelumnya; minimal ditemukan satu dari : (1) alam perasaan depresi, dan (2) kehilangan interes atau minat ( tidak termasuk gejala yang berhubungan dengan kondisi fisik, delusi atau halusinasi, inkoheren )
(1)         Alam perasaan depresi ( dapat perasaan iritable pada anak atau remaja ) sepanjang hari, hampir tiap hari yang diindikasi secara subyektif atau observasi orang lain.
(2)         Sangat berkurang interes dan kesenangan dalam semua atau hampir semua hal dari sebagian besar aktifitas sehari-hari, hampir setiap hari ( diindikasi secara subyektif atau observasi orang lain = apatis sepanjang hari ).
(3)         Berat badan turun secara drastis, atau berat badan bertambah, dengan porsi makan yang tetap ( lima persen dari berat  badan per bulan ), dan menurun atau meningkat nafsu makan.
(4)         Insomnia atau hipersomnia ( tidak dapat tidur atau terlalu banyak tidur )
(5)         Psikomotor yang berlebihan (agitasi) atau berkurang, hampir setiap hari (dari observasi orang lain atau perasaan gelisah atau lamban yang berlebihan yang subyektif ).
(6)         Letih atau kehilangan tenaga hampir tiap hari.
(7)         Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (bukan menyesali diri atau rasa bersalah karena sakit).
(8)         Berkurang kemampuan untuk berfikir atau konsentrasi, atau tidak dapat memutuskan, hampir setiap hari ( dari observasi atau subyektif ).
(9)         Berulang memikirkan tentang kematian ( tidak hanya takut mati ), berulang timbul ide bunuh diri tanpa rencana yang spesifik untuk bunuh diri.

B.           (1)  Tidak dapat ditetapkan jika faktor organik memulai atau
                mempertahankan gangguan depresi.
(2)         Gangguan depresi mayor bukan reaksi normal terhadap kehilangan.
C.           Tidak pada waktu gangguan, mengalami delusi atau halusinasi paling lama dua minggu ( sebelum atau sesudah gangguan ).
D.          Tidak disertai skizofrenia atau psikotik lain.

2.2.5        Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada klien depresi difokuskan pada beberapa hal, yaitu :
(1).  Lingkungan
Dalam merawat klien depresi, prioritas utama ditujukan pada  potensial bunuh diri.
(2).  Hubungan perawat-klien.
Perawat perlu mempunyai keasadaran diri dan kontrol emosi serta pengertian yang luas tentang depresi. Bekerja dengan klien depresi, pendekatan perawat adalah hangat, menerima, diam yang aktif, jujur, empati. Sering intervensi ini sukar dipertahankan karena klien tidak memberi respon. Hubungan saling percaya yang terapeutik perlu dibina dan dipertahankan. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu pada klien untuk menjawab.

(3).  Afektif
Intervensi afektif sangat penting karena klien sukar mengekspresikan perasaannya. Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan syarat utama. Pada klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien  akan lebih baik. Sikap perawat yang menerima klien, hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien. Perawat bukan menggembirakan dan mengatakan tidak perlu khawatir, tetapi menenangkan dan menerima klien. Mendorong klien mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan menyedihkan secara verbal akan mengurangi intensitas masalah yang dihadapi dan merasakan kehidupan yang lebih berarti. Jadi intervensi pertama adalah membantu klien mengekspresikan perasaannya , kemudian dilanjutkan dengan intervensi yang berfokus pada kognitif, perilaku atau sosial.
Klien depresi yang diijinkan mengekspresikan marah, ketidakpuasan, kecemasan, merasakan pengalaman baru, dan kemudian perawat membantu untuk menganalisa dan menyadari perasaannya dan selanjutnya bersama-sama mencari alternatif pemecahan masalah sehat dan konstruktif.

(4).       Kognitif
Intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien pada tujuan dan perilaku, meningkatkan harga diri, dan membantu klien memodifikasi harapan yang negatif. Klien depresi yang memandang dirinya secara negatif perlu dibantu untuk mengkaji perasaannya, dan identifikasi masalah yang berhubungan. Perawat harus menghargai persepsi klien, tetapi jangan keputusan klien yang destruktif.
Pikiran negatif yang ada harus diubah melalui beberapa cara :
·         Identifikasi semua ide, pikiran yang negatif.
·         Identifikasi aspek positif dari dirinya ( yang dimiliki, kemampuan, keberhasilan, kesempatan ).
·         Dorong klien menilai kembali persepsi, logika, rasional.
·         Bantu klien mengubah dari tidak realitas ke realitas, dari persepsi yang salah atau negatif ke persepsi positif.
·         Sertakan klien aktifitas yang memperlihatkan hasil. Beri penguatan dan pujian akan keberhasilannya.
(5).       Perilaku
Intervensi berfokus pada mengaktifkan klien yang diarahkan pada tujuan yang realistik. Memberi tanggung jawab secara bertahap dalam aktifitas di ruangan. Klien depresi berat dengan penurunan motivasi, perlu dibuat aktifitas yang terstruktur. Beri kekuatan pada aktifitas yang berhasil.

(6).       Sosial
Masalah utama dalam intervensi ini adalah kurangnya ketrampilan berinteraksi. Untuk itu, diperlukan proses belajar membina hubungan yang terdiri dari :
·         Mengkaji kemampuan, dukungan dan minat klien.
·         Mengobservasi dan mengkaji sumber dukungan yang ada pada klien
·         Membimbing klien melakukan hubungan interpersonal. Dapat dengan role mode, role play dengan mencoba pengalaman hubungan sosial yang lalu.
·         Beri umpan balik dan penguatan hubungan interpersonal yang positif.
·         Dorong klien untuk memulai hubungan sosial yang lebih luas ( keluarga, klien lain )

(7).       Fisiologis
Tujuan intervensi ini adalah meningkatkan status  kesehatan klien. Makanan, tidur, kebersihan diri, penampilan yang terganggu memerlukan perhatian perawat. Dalam hal istirahat, klien depresi takut sehingga memerlukan dukungan.
           
2.3    Konsep Dasar Kanker Serviks
2.3.1        Pengertian
Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks/mulut rahim, di mana pada  keadaan ini terdapat sekelompok jaringan yang tumbuh secara terus- menerus dan tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna bagi tubuh, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat berfungsi dengan baik.  ( Sarwono, 1996 ).
2.3.2        Faktor Penyebab ( Sarjadi, 1995 )
Walaupun dalam arti biologis sebab kanker serviks belum diketahui, tetapi ada keadaan tertentu yang berhubungan erat sekali dengan penyakit ini, sehingga dapat dianggap sebagai faktor-faktor penyebab.
·         Umur pertama kali kawin yang relatif muda  ( dibawah 20 tahun ). Dikatakan bahwa pada usia muda epitel  serviks uteri belum cukup kuat untuk menerima rangsangan spermatosoa. Makin muda umur pertama kali kawin, makin tinggi resiko mendapatkan kanker serviks uteri.
·         Jumlah kelahiran per-vagina yang cukup banyak, dimana melahirkan anak lebih dari tiga kali akan mempertinggi resiko.
·         Higiene atau kebersihan alat genital yang kurang baik, sehingga memudahkan terjadinya servisitis yang dipercaya erat kaitannya dengan terjadinya kanker serviks.
·         Spermatosoa terutama yang mempunyai kandungan protein tinggi akan merubah susunan biokimia sel epitel yang siap tumbuh menjadi kanker.
·         Smegma, yang berdasarkan penelitian ditemukan pada kelompok Yahudi yang mempunyai  kebiasaan melakukan sirkumsisi pada bayi pria yang baru lahir, ternyata insiden kanker serviks uteri ditemukan sangat sedikit pada istri-istri mereka.
·         Hubungan seksual yang terlalu sering, terlebih dengan pasangan yang berbeda-beda akan meninggikan resiko.
Berbagai virus ( virus herpes simpleks tipe-2, human papilloma virus ) disebut-sebut juga menyebabkan terjadinya kanker ini.


2.3.3        Tanda dan gejala
Gejala klinis stadium awal, yaitu tanpa keluhan ditemukan secara kebetulan,  beser putih ( fluor albus ) yang sulit sembuh, kontak berdarah ( perdarahan post koital ) atau perdarahan per vagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid ( manuaba, 1998 )
Pada stadium lanjut, baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat, fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang dapar hebat ( Sarijadi, 1995 )
2.3.4        Pencegahan ( Tucker, 1999 )
·         Mempertahankan riwayat siklus menstruasi secara akurat ( frekuensi, lamanya menstryasi, jumlah dan warna ).
·         Pentingnya mempertahankan kebersihan diri dan ginekologis dengan baik.
·         Perlunya menghindari seringnya douching, khususnya selama remaja dan selama kehamilan.
·         Pentingnya menunda fungsi seksual pada 10 tahun pertama.
·         Perlunya pemeriksaan ginekologis periodik, reguler.
·         Pentingnya pemeriksaan sitologi pap smear pertama pada awal aktifitas seksual atau usia 18 tahun.
ACS ( American Cancer Society ) mengemukakan bahwa wanita yang melakukan pap smear normal selama 2 tahun berturut-turut, kemudian dapat melakukannya 3 tahun sekali.
American College Of  Obstetrics and Gynecology ( ACOG ) merekomendasikan bahwa wanita yang melakukan pap smear setiap tahun dapat berhubungan seksual secara aktif. Pap smear dan pemeriksaan fisik merupakan penilaian paling efektif untuk deteksi dini dan perawatan evaluasi yang sesuai untuk mencegah kanker servikal.
Metode cermin dari pemeriksaan mandiri untuk mengamati : ekskoriasi kulit, ulserasi, benjolan, leukoplakia dan atrofi

2.3.5        Terapi ( Bagian Obstetri dan Ginekologi, Unpad Bandung )
Makin dini diagnosa, makin baik hasil terapi, maka diagnosa dini harus lebih diutamakan .
(1).  Stadium 0 ( nol )
·         Hystrektomi totalis dan pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan satu atau dua ovaria. Tidak dilakukan radioterapi oleh karena :
-          dapat menyebabkan menopause pada wanita muda.
-          Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi.
-          Tidak dapat dilakukan konfirmasi dari diagnosa.
·         Amputasi cervix atau konisiasi
Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak, dengan syarat :
-          Bila lesinya kecil sekali.
-          Bila dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur.
-           Bila klien cukup pengetahuannya untuk mengerti arti penyakitnya.
(2).  Stadium I b ke atas.
·         Irradiasi
·         Operasi
·         Kombinasi ( irradiasi dan pembedahan )
Cytostatica. Makin dini diagnosa, makin baik hasil terapi, maka diagnosa dini harus lebih diutamakan .
(1).  Stadium 0 ( nol )
·         Hystrektomi totalis dan pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan satu atau dua ovaria. Tidak dilakukan radioterapi oleh karena :
-          dapat menyebabkan menopause pada wanita muda.
-          Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi.
-          Tidak dapat dilakukan konfirmasi dari diagnosa.
·         Amputasi cervix atau konisiasi
Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak, dengan syarat :
-          Bila lesinya kecil sekali.
-          Bila dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur.
-           Bila klien cukup pengetahuannya untuk mengerti arti penyakitnya.
(2).  Stadium I b ke atas.
·         Irradiasi
·         Operasi
·         Kombinasi ( irradiasi dan pembedahan )
·         Cytostatica.
2.3.6        Komplikasi ( Bagian Obstetri dan Ginekologi, Unpad Bandung ).
Komplikasi irradiasi :
·         Kerentanan kandung kencing ( bersifat sementara ).
·         Diare ( bersifat sementara ).
·         Perdarahan rektal.
·         Fistula vesico atau recto vaginalis.
Komplikasi operasi :
·         Fistula ureteral dan vesical.



RESUME KEPERAWATAN JIWA LANJUTAN

TINJAUAN PUSTAKA
GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

Manusia adalah mahkluk, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan , bina hubungan interpersonal yang positif.

I.       PENGERTIAN

Dibawah ini ada beberapa pengertian menurut tokoh tokoh antara lain ;
Stuart and Sudden (1998)
Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih tetap   dipertahankan.
Rogers
Karakteristik hubungan yang sehat : terbuka, menerima orang lain sebagaisebagai orang yang mempunyai nilai sendiridan adanya rasa empati.
Gangguan hubungan social
Pengertian:
Keadaan dimana seorang individu berpartisipasi  dalam kuantitas yang berlebihan atau tidak cukup atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial (Townsend,1998)

II.    RENTANGAN RESPONDEN SOSIAL

R. Adapati                                                                   R. Maladapatif

Sosial                                      Kesepian                            Manipulasi
Otonomi                                 Menarik diri                        Impulsif
Kebersamaan                          Ketergantungan                  Narkisisme
Saling ketergantungan

                                                                  (Stuart and Sundeen,hal 441)

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESPON
SOSIAL MALADAPTIF

Perilaku
Karakteristik
Manipulasi
Orang lain diperlakukan seperti obyek hubungan terpusat pada masalah pengendalian individu, berorientasi pada diri sediri atau pada tujuan, bukan berorintasi pada orang lain.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
Inplusif
Mendapatkan penghargaan, pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung. Tak mampu  merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman , penilaian yang buruk tidak dapat diandalkan

               Perilaku menarik diri :
Adalah usaha menghidari  interaksi dengan orang lain dimana individu merasa bahwa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan membagi rasa, fikiran, prestasi / kegagalan, ia mempunai kesulitan berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.


III. KARAKTERISTIK PERILAKU MENARIK DIRI

·         Gangguan pola makan : tidak ada nafsu makan / minum berlebihan
·         Berat badan menurun /meningkat dratis
·         Kemunduran kesehatan fisik
·         Tidur berlebihan
·         Tingal ditempat tidur dalam waktu yang lama
·         Banyak tidur siang
·         Kurang bergairah
·         Tak mempedulikan lingkungan
·         Aktivitas menurun
·         Mondar – mandir / sikap mematung, melakukan gerakan secra berulang (jalan mondar mandir)
·         Menurunnya kegiatan seksual
TUGAS PERKEMBANGAN BRHUBUNGAN DENGAN
PERTUMBUHAN INTERPERSONAL

Tahap perkembangan
Tugas
Masa bayi
Menetapkan landasan percaya
Masa bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa pra sekolah
Belajar menunjukkan  inisiatif dan rasa tanggung jawab dan hati nurani
Masa sekolah
Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi
Masa pra remaja
Menjadi intim dengan teman sejenis kelamin
Masa remaja
Menjadi intim dengan lawan jenis kelamin dan tidak tergantung pada orsng tua
Masa dewasa muda
Menjadi saling tergantung dengan orang tua, teman, menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya
Belajar menerima
Masa dewasa
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya.

IV. FAKTOR – FAKTOR PENCETUS GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL.
1.      Faktor perkembangan
·         Gangguan dalam pencapaian tingkat perkembangan.
·         Sistem kelarga yang terganggu.
·         Norma keluarga kurang mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
·         Faktor biologik
·         . Genetik, neurotransmiter            masih perlu penelitian lebih lanjut.
2.      Faktor sosio cultural
·         Isolasi akibat dari norma yang tidak mendukng
·         Harapan yang tidak realistic terhadap hubungan


V.    STRESSOR PENCETUS

1.      Stressor sosio cultural
·         Menurunya satabilitas unit keluarga
·         Berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya
2.      Stresor psikologik
·         Ansietas berat yang berkepenjangan dengan keterbatasan untuk mengatasi.

VI. SUMBER KOPING
·         Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.
·         Hubungan dengan hewan peliharaan
·         Gunakan kreatifitas utuk mengekspresikan stress interpersonalseerti kesenian,musik,tulisan.

VII.    MEKANISME KOPING

1.      Koping  yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
·         Poyeksi
·         Pemisahan
·         Merendahkan orang lain
2.      Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian “border line”
·         Pemisahan
·         Reaksi formasi
·         Proyeksi
·         Isolasi
·         Idealisasi orang lain
·         Merendahkan orang lain.

LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
      1. Fraktor predisposisi
          a.  Faktor tumbuh kembang
     Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri
     Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuyhi akan menghambat tahap
     Perkembangan selanjutnya dan dapat terjadi  gangguan hubungan social.
b.  Faktor komunikasi dalam keluarga
     Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga danpola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan factorpendukung untuk terjadinaya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain. 

     2. Faktor predisposisi
         a. Struktur sosial budaya
Stres yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya antara lain keluarga yang labil, berpisah dengan orang yang terdekat/berarti, perceraian dan lain-lain.
         b. Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitary ) menyebabkan turunya hormon FSH dan LH. Kondisi ini terdapat pada pasien skizofrenia.
         c. Hipotesa virus
Virus HIV dapat menyebabkan prilaku spikotik.
         d. Model biological lingkungan sosisal
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress pada saat terjadinya interaksi dengan interaksi sosial.
          e. Stressor psikologik
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan menyelasaikan kecemasan tersebut.

     3. Prilaku
         a. Tingkah laku yang berhubungan dengan curiga
1.      Tidak mampu mempercayai orang lain.
2.      Bermusuhan.
3.      Mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4.      Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
1.      Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
2.      Kurang asertif
3.      mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4.      Harga diri rendah
5.      Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
1.      Hubungan interpersonal yang dangkal
2.      Rendahnya motifasi untuk berubah
3.      Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
1.      Hubungan dengan orang lain sangat stabil
2.      Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
3.      Susunan hati yang negatif (depresif)
4.      Prestasi yang rendah
5.      Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
6.      Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
1.      Kurang spontan
2.      Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
3.      Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
4.      Tidak mau komonikasi verbal
5.      Mengisolasi diri
6.      Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
7.      Kebutuhan fisiologis terganggu
8.      Aktivitas menurun
9.      Kurang energi, harga diri rendah, postur tubuh berubah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah keperawatan yang berubungan dengan hubungan  sosial. Diagnosa menurut NANDA :
1.      Resiko terjadi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan menarik diri
2.      Koping keluarga inefektif
3.      Koping indifidu inefektif
4.      Kesepian berhubungan dengan menarik diri
5.      Perubahan proses berfikir
6.      Isolasi sosial berhubungan dengan kemampuan hubungan sosial inadekuat
7.      Ganggiuan persepsi (harga diri rendah) berhubungan dengan persepsi keluarga nonrealistik dalam berhubungan.
8.      Menarik diri berhubungan dengan waham curiga.
9.      Kebersihan diri kurang berhubungan dengan kurang energi
10.  Gangguan hubungan sosial berhubungan dengan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
11.  Menurunya aktivitas motorik berhubungan kurangnya perhatian terhadap lingkungan.
12.  Potensial defisit cairan berhubungan dengan tidak mau merawat diri.
13.  Gangguan komonikasi verbal
14.  Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan menarik diri

C. PERENCANAAN
     Ada beberapa prinsip rencana asuhan keperawatan dengan klien gangguan hubungan sosial, antara lain :
1.      Bina hubungan saling percaya
2.      Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3.      Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan memberikan kepuasan timbal balik :
·         Beri penguatan dan kritikan yang positif
·         Jangan perhatikan klien saat manipulatif/ekploratif,konfrontasi
·         Bertindak sebagai model peran, latih prilaku
·         Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
·         Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
·         Hindari ketergantungan klien
·         Kembangkan hubungan terapeutik dengan klien “bukan anda”, tetapi perilaku anda yang tidak dapat diterima.
4.      Perhatikan kebutuhan ADL klien
5.      Libatkan dalam kegiatan ruangan.
6.      Ciptakan lingkungan terapeutik
7.      Terapi somatic
8.      Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

D. PELAKSANAAN
Pelaksanaan sesuai dengan rencana keperawatan yang ada dan dilakukan di lapangan

E. EVALUASI
Klien mengadakan hubungan interpersonal yang efektif, dapat bekerjasama dengan perawat dan keluarga, klien dapat menggunakan sumber koping yang adekuat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN “ B’ DENGAN DIAGNOSA SKIZOFRENIA HEBEFRENIK DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI  SOSIAL ( MENARIK DIRI)

PENGKAJIAN

I.             IDENTITAS KLIEN
Inisial                             : Tn. B ( L)
Umur                              : 30 tahun
Agama                            : Islam
Alama                             : Dharma wangsa VII /30 Surabaya
Ruang rawat                   : Ruang G
R M                                : 016331
Tanggal masuk   : 10-02-2001
Tanggal pengkajian        : 22-02-2001
Informan                        : Klien, orang tua serta catatan medik

II.     ALASAN MASUK
               Klien ngamuk-ngamuk selama satu minggu di rumah, setiap orang yang lewat didorong, kadang-kadang dipukul,bahkan ada yang diserangnya dengan gunting. Sebelumnya klien selalu mengurung diri di kamar.
Keluhan utama di rumah sakit jiwa :
-           Klien mengatakan “ Saya tidak sakit “.
-   Di rumah sakit klien sukar tidur, menyendiri di kamar, kurang bergaul dengan klien-klien yang lain, dan klien jarang mengikuti kegiatan terapi
di rehabilitasi.
Masalah keperawatan : Menarik diri.

III.    FAKTOR PREDISPOSISI
A. Klien pernah mengalami gangguan jiwa, dan pernah juga dirawat di 
     RSJ Menur sebanyak dua kali :
1.      Tahun 1997        : Pulang paksa
2.      Tahun 1998        : Melarikan diri
B. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
         Klien malas kontrol, pernah putus pengobatan selama tiga bulan karena keluarga tidak mampu membeli obat, sehingga klien kambuh lagi.
Masalah keperawatan  :
-          Koping keluarga inefektif
-          Kurangnya pengetahuan keluarga dalam merawat klien
Gangguan jiwa
-          Resiko tinggi kekambuhan.

C. Anggota keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
D. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
1.      Sebelum klien mengalami gangguan jiwa pernah bingguang  karena mempunyai hutang praktikum.
Klien pernah gagal dalam mencalonkan temannya sebagai ketua senat. Klien mengatakan kepada keluarganya, bahwa semua teman-teman se-kampus membenci dia.
2.      Klien pernah masuk rumah sakit jiwa menur sebanyak dua kali dengan alasan dirumah klien sering marah-marah, suka membentak orang, pernah mencoba memukul ayahnya, pernah telanjang tanpa perasaan malu, serta komonikasi kadang-kadang nyambung kadang-kadang tidak.
Masalah keperawatan :
-          Menarik diri
-          Resiko tinggi tindak kekerasan.

IV.    PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vita      : TD     : 120/80 mmHg           Suhu    : 36 C
                           Nadi : 88 x/mt             RR       : 20x/mt.
2.  Tinggi badan dan berat badan tidak terkaji.
3.  Keluhan fisik tidak ada.

V.     PSIKOSOSIAL
A. Genogram






























































Meninggal
 









 
















  Keterangan :












Laki - Laki
 















Perempuan
 









Klien
 


 








B. Konsep diri
1.      Gambaran diri
Klien mengatakan “ menyukai semua bagian tubuhnya “.
2.      Identitas diri
Klien anak ke-dua dari empat bersaudara. Klien anak penurut, pendiam,tertutup dan belum menikah.

3.      Peran
Klien berperan sebagai seorang anak. Di rumah klien membantu ibunya mncuci pakaian,mengangkat air, dan menjaga took.
4.      Ideal diri
 Klien mempunyai cita-cita mendirikan apotik tapi tidak tercapai.
 Harapan klien sekarang ingin cepat pulang dan berkumpul lagi bersama orang tua.
5.      Harga diri
Klien malu bergaul dengan temannya dikampus karena klien gagal dalam calonnya untuk menjadi ketua senat,klien merasa dirinya dibenci oleh teman-temannya.
                    Masalah keperawatan : Harga diri rendah.        
·         Hubungan sosial
-          Orang yang paling dekat di rumah adalah oran tuanya
-          Klen orangnya pendiam,jarang berkomunikasi dengan orang lain  dan susah  untuk memulai sesuatu pembicaraan .
-          Selama sakit, di rumah klien jarang keluar rumah,selalu di dalam rumah. Saat di rumah sakit sering diam di kamarnya dan tidur, jarang ikut kegiatan terapi di rahab.
Masalah keperawatan : Gangguan interaksi sosial.
·         Spiritual                   
Klien seorang muslim yang  percaya kepada Allah SWT. Pada waktu sehat klien sering ikut kegiatan mengaji, sedangkan waktu sakit (sekarang ) tidak teratur sembayang.

VIII. STATUS MENTAL
1.      Penampilan ; tidak rapi.
DS: “ saya tidak/jarang sisiran karena tidak punya sisir”
             “ baju yang saya pakai ini sudah sejak kemarin lusa”
      DO: - Klen selalu memakai seragam RSJ ruang “G”
-    Rambut klien terkesan acak-acakan tidak pernah disisir
-    Kuku panjang
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri.
2.      Pembicaraan
Klien berbicara agak lambat dan sulit untuk memulai suatu pembicaraan. Klien hanya bicara jika ditanya dan jawabannya singkat, kadang hanya mengangguk saja. Kontak mata saat bicara kurang, saat bicara sering kepalanya menunduk, sesekali mengangkat kepala saat menjawab pertanyaan disertai dengan ekspresi wajah curiga.
Masalah keperawatan : Curiga.
3.      Aktifitas motorik
Klien tampak lesu,sering tidur bangun apabila di panggil pada saat makan dan mau minum obat. Klien jarang keluar ruangan untuk jalan-jalan, jarang ikut kegiatan terapi kerja,musik, selalu menyendiri, klien mau jalan-jalan bila diajak.
4.      Alam perasaan
      Klien tampak sedih,klien jarang berbicara, pandangan klien kosong.
     Masalah keperawatan : Gangguan alam perasaan : sedih.
5.      Afek : Datar
      Klien bereaksi bila ada respon dalam waktu singkat.
6.      Interaksi selama wawancara
Klien kurang kooperatif , kontak mata kurang saat berbicara, pandangan klien menunjukan curiga,klien memandang perawat/petugas hanya sebentar saja,klien bnayak berbicara dengan orang lain dengan kepala tetap tunduk.
Masalah keperawatan : Curiga.
7.      Persepsi
Klien sering mendengar suara-suara seperti mengolok-olok dia.
Masalah keperawatann : Perubahan sensori perceptual {Halusinasi pendengaran).
8.      Proses berpikir : Blocking
      Pada saat berbicara kadang klien berhenti berbicara secara tiba-tiba.
              Masalah keperawatan : Gangguan proses berpikir : Arus blocking.
9.   Isi fikir
      Waham curiga, klien suka menyendiri, jarang bergaul dengan pasien lain, serta klien tidak mau diajak jalan-jalan sama temannya.
10.Tingkat kesadaran
   Kesadaran klien kompos metis, tidak ada disorientsi. Pada saat klien ditanya kapan masuk rumah sakit ?, klien menjawab dengan benar. Klien sadar bahwa dia berada di rumah sakit dan klien masih mengenal ibunya pada saat dikunjungi.
11.Memori                      
           Klien masih mampu mengingat peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi     
Pada masa lampau, dibuktikan dengan kmampuan klien menceritakan pengalamannya masa lalu, demikian juga dengan peristiwa yang baru saja dialami oleh klien.
Daya ingat klien saat ini baik,klien ingat jadual makan, minum obat,dan saat ditanya apakah sudah mandi .?, jawabnya  “sudah”
12.Tingkat konsenterasi dan berhitung
Daya konsentrasi cukup baik,dalam komunikasi klien mendengarkan dengan tenang, dan tidak mengalihkan perhatian.
Kemampuan berhitung klien cukup baik, dibuktikan dengan kemampuan klien mengurutkan angka 10 sampai dengan angka satu
13.Kemampuan pnilaian
Gangguan penilaian termasuk ringan, engan kemampuan klien memberikan keputuisan dengan bantuan orang lain. Klien diberikan pilihan ganti baju atau madi dulu, ternyata setelah dibreikan penjelasan klien memilih mandi dulu.
14.Daya tilik diri
Klien menyadari bahwa dirinya sakit dan harus menjalani perawatan di RSJ menur.

VII.   KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1.         Makan      : Klien makan dan minum tanpa disuap, mampu mengambil, klien mencici alat makan setelah makan.

2.         BAB/BAK           : Klien BAB dan BAK tanpa bantuan.
3.         Mandi      : Klien manpu mandi sendiri,sehari dua kali, terkadang masih perlu dingatkan. 
4.         Berpakaian  : Klien mengganti baju sendiri, 2-3 hari sekali dan masih perlu diingatkan.
5.         Istirahat : Klien sering tidur, sebelum tidur klien melamun.
6.         Penggunaan: Klien mau minum obat tanpa dipaksa.Obat
7.         Pemeliharaan : Perawatan lanjuatan : ada (Keluarga mencanangkan kesehatan kontrol. Sistem pelindung: ada (Keluarga memperhatikan klien)
8.         Kegiatan di : Klien mampu melakukan pekerjaan ringan, seperti : dalam rumah menyapu dalam rumah, mencuci piring, dan menjaga kios.
9.         Kegiatan di      : Luar rumah.
         Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri.

VIII.  MEKANISME KOPING
·         Menyendiri
·         Tidak terbuka sama orang lain
·         Menarik diri
·         Tingkah laku kekerasan
Masalah keperawatan : Koping individu inefektif.

IX.   MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1.         Masalah yang berhubungan dengan kelompok.
2.         Klien jarang bergaul, lebih sering menyendiri, melamun dan tidur.
3.         Masalah yang berhubungan dengan lingkungan
4.         Kliemn menarik diri, jarang sekali bersama dengan pasien yang lain, mau jalan-jalan kalau diajak/diingatkan oleh petugas.
5.         Masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
6.         Klien kuliah difarmasi sampai skripsi tapi belum sampai diwisuda,jika Masalah yang berhubungan dengan pekerjaan
7.         Klen belum bekerja.
8.         Masalah dirumah klien tekadang masih membuka-buka bukunya.
9.         yang berhubungan dengan perumahan
10.     Klien masih tinggal bersama ayah dan ibu.
11.     Masalah yangberhububgan dengan ekonomi.
12.     Masalah yang berhubungsn dengsn kesehatan.
       Klien jarang kontrol.
Masalah keperawatan :
·         Menarik diri.
·         Resti kekambuhan

X         PENGETAHUAN KURANG TENTANG
1.            Penyakit jiwa
2.            Koping
3.            Sistem pendukung
4.            Faktor presipitasi
     Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan.


XI.       ASPEK MEDIK
            Diagnosa medik     : Skizofrenia hebifrenik berulang

XII.     DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1.         Resiko tinggi kekerasan
2.         Menarik diri
3.         Koping keluarga inefektif
4.         Kurang pengetahuan keluarga
5.         Resiko tinggi kekambuhan
6.         Harga diri rendah
7.         Gangguan interaksi sosial
8.         Defisit perawatan diri
9.         Curiga
10.     Gangguan alam perasaan sedih
11.      Intoleransi aktifitas
12.      Regimen therapy inefektif

XIII.       DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko tinggi kekerasan  b.d perubahan persepsi sensori (halusinasi         pendengaran)
2.      Perubahan persepsi sensori (halusinasi pendengaran ) b.d   gangguan interaksi sosial (menarik diri)
3.      Gangguan interaksi sosial (menarik diri ) b.d harga diri rendah.
4.      Intoleransi aktifitas b.d menarik diri
5.      Defisit perawatan diri b.d intoleransi aktifitas
6.      Harga diri rendah b.d  koping keluarga inefektif.
7.      Resiko tinggi kekambuhan b.d regimen therapy inefektif.
8.      Gangguan interaksi sosial (menarik diri) b.d curiga
9.      Regimen therapy inefektif b.d kurang pengetahuan keluarga merawat klien gangguan jiwa.

POHON MASALAH























Resiko tinggi tindakan
 kekerasan
 






Perubahan persepsi sensori (halusinasi pendengaran) CP
 






Resiko tinggi kekambuhan
 














Koping keluarga inefektif (kurang pengetahuan keluarga merawat klien jiwa)